Text
Muhammadiyah Nahdlatul Ulama dan Demoralisasi Politik Indonesia
M uhammadiyah dan Nahdlatul Ulama merupakan dua ormas yang mempunyai peran penting dalam politik Indonesia, tidak hanya di dalam ranah politik, tapi juga dalam ranah sosial, kemasyarakatan dan keumatan. Peran ini sudah dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka, tepatnya Muhammadiyah sejak kelahirannya 1912 dan Nahdlatul Ulama sejak 1926. Seiring terjadinya perubahan politik pasca Orde Baru, peran politik Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mulai mengalami perubahan. Perubahan politik ini telah memaksa Muhammadiyah menjaga jarak yang sama (di era Ahmad Syafii Maarif) dan menjaga kedekatan yang sama (di era Din Syamsuddin) dengan semua kekuatan politik yang ada. Sikap ini memang agak naïf, namun bisa jadi menjadi pilihan terbaik untuk Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama juga mengambil sikap yang serupa, tetap konsisten dengan Khitahnya, meski tak bisa menghilangkan "wajah politis" Nahdlatul Ulama, yang dalam sejarahnya pernah menjadi partai politik (1952-1973). Sebagai ormas, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama harus menjaga positioningnya dengan baik. Benteng terakhir moralitas politik Indonesia ada pada diri Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kalau Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tak lagi bisa menjadi penjaga moral politik, maka akan terjadi demoralisasi politik. Dan kenyataan inilah yang dirasakan saat ini, terjadi demoralisasi yang kelewat akut dalam politik Indonesia.
01.20110065 | 922 MAM m | Perpustakaan Fakultas Hukum (Rak 5) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain