Text
Seri Hukum Hak Kekayaan Intelektual Hukum Paten
Paten sebagai konstruksi hukum yang melindungi invensi baru, mendukung tercapainya alur lingkup kreasi intelektual dan pembangunan penguasaan teknologi. Pembangunan budaya ‘mematenkan’ seharusnya dilakukan secara terus menerus untuk menciptakan kesadaran hukum ‘mematenkan’ yang tinggi dan mendapatkan teknologi baru, dengan inovasi dan perbaikan guna mewujudkan kemampuan penguasaan teknologi putra bangsa ini. Esensi perlindungan Paten terletak pada klaim baik dilihat dari rumusan kata-kata (the wording of claims) ataupun maksud klaim (the meaning of claims). Di Eropa inti perlindungan disandarkan pada Konvensi Strasbourg dan Konvensi Paten Eropa. Pada mulanya rumusan kata-kata klaim dijadikan pedoman, namun lama kelamaan akibat diskresi hakim dan pengaruh ajaran liberal yang besar menjadikan penafsiran melampaui kata-kata klaim menjadi the meaning of claims. Jepang dan Belanda bisa dijadikan contoh bagi Indonesia dalam menilai klaim, yakni dengan keseimbangan antara diskresi hakim dan prinsip iktikad baik, yang didasarkan pada maksud klaim. Pembuatan Klaim tentu mewadahi kepentingan inventor, selain itu perlu diperhatikan kepentingan politik nasional, kepentingan teknologi dan kepentingan ekonomi. Tecnological interest dan economical interest disinergikan dengan political will Pemerintah untuk kemajuan teknologi dan industri yang makin bertumbuh tentu tidak salah. Negara maju seperti Jepang dan Amerika terus berbenah, Jepang telah mengatur invensi karyawan dengan reasonable remuneration, Amerika telah mengubah first to invent menjadi first to file, demikian juga Indonesia sebagai negara berkembang telah merevisi UUP 2001 dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Polemik beberapa pasal di UUP ini semoga membuka mata dan pikiran kita terkait TRIPs dan kepentingan nasional.
01.2010749 | 346.04 END s | Perpustakaan Fakultas Hukum (rak-04) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain